Rabu, 31 Juli 2013

CITRA PROFESI APOTEKER DI INDONESIA

          Seperti yang kita ketahui, pencitraan dalam sebuah keprofesian merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan profesi tersebut dalam memberikan pelayanan kepadan masyarakat. Citra sebuah profesi di mata masyarakat memberikan gambaran tentang sejauh mana masyarakat mengenal dan merasa terbantu oleh pelayanan profesi tersebut. Ketika masyarakat merasa puas dan terbantu serta profesi tersebut dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat, maka citra profesi tersebut dapat dikatakan baik atau tinggi.
          Di luar negeri, terutama di negara-negara maju, apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan telah memiliki citra yang sangat tinggi di mata masyarakatnya. Apoteker memiliki andil yang sangat besar dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Apoteker bersama dengan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya merupakan mitra sejajar yang saling bekerja sama dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
           Nah, bagaimana dengan citra apoteker di mata masyarakat Indonesia, SobatFarmasis?
            Pada kenyataannya, profesi apoteker di Indonesia kurang dikenal oleh masyarakat. Jika ditanya kepada mereka “Apa itu apoteker dan apa tugasnya?”, yang terlintas di pikiran mereka ialah “tukang obat”. Sebuah paradigma yang sangat memilukan bukan, SobatFarmasis? Hanya sebatas itu pemahaman masyarakat tentang peran apoteker/farmasis. Masyarakat hanya mengetahui bahwa apoteker itu ialah orang yang bertugas di apotek tanpa tahu apa tugas mereka sebenarnya. Apoteker selalu identik dengan apotek, bahkan masyarakat awam tidak mengetahui bahwa prospek kerja apoteker atau farmasis itu sangatlah luas. Padahal segala produk sehari-hari yang mereka pakai itu merupakan produk farmasis.
            Buruknya citra profesi apoteker di masyarakat pada dasarnya merupakan akibat dari kelalaian dan ke-tidakprofesional-an para apoteker-apoteker kita sendiri. Kita sebagai farmasis/apoteker mungkin geram melihat pihak-pihak lain yang seenaknya menggarap lahan kerja apoteker/farmasis seperti dokter yang melakukan dispensing, bahkan masyarakat awam pun dengan beraninya menggantikan peran apoteker di apotek yang seharusnya merupakan wewenang dan tanggungjawab seorang apoteker. Tidak jarang kita menyalahkan pihak-pihak tersebut atas tergesernya peran apoteker di masyarakat. Tapi, pada dasarnya hal ini merupakan kesalahan para apoteker yang tidak dapat menjaga citranya dan menjalankan tugas yang menjadi tanggungjawabnya.
            Fokus profesi apoteker pada era kini telah beralih dari “drug oriented” (pelayanan obat) menjadi “pharmaceutical care” (pelayanan pasien). Pada prinsip drug oriented, apoteker cenderung kerja di balik layar, yakni meracik dan menyuplai sediaan farmasi. Namun, pada prinsip pharmaceutical care, apoteker bukan hanya terfokus kepada obat, namun lebih terarah yakni pemberian pelayanan, informasi, dan kepedulian terhadap pasien. Dengan sistem seperti ini diharapkan masyarakat da[at lebih mengenal peran apoteker dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Namun, pada kenyataan di lapangan, apoteker masih banyak yang belum menjalankan sistem ini dengan sepenuhnya. Hal ini membuat citra apoteker di masyarakat masih kurang dikenal.
             Untuk itu, saya menghimbau para farmasis dan apoteker, marilah kita bersama-sama memperbaiki citra profesi kefarmasian/apoteker dengan mengabdi dan melayani masyarakat dengan sepenuh hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar